JAKARTA, ASPIRATIF.com – Pemerintah Perancis melalui Perdana Menterinya baru-baru ini meluncurkan rencana nasional baru untuk mengatasi kasus bullying (perundungan) di kalangan siswa sekolah. Dilansir dari France 24, rencana tersebut dibuat karena banyaknya kasus perundungan di sekolah hingga menyebabkan korban jiwa.
Program anti-bullying Pemerintah Perancis rencananya juga akan berlaku tidak hanya di sekolah, tetapi juga di tempat-tempat penting kehidupan anak.
“Rencana kami adalah 100% pencegahan, 100% deteksi, dan 100% solusi,” jelas Elisabeth Borne, Perdana Menteri Perancis.
Dilansir dari Euronews, menurut laporan Senat Perancis 2021, sekitar 800 ribu – 1 juta dari total 12 juta siswa menjadi korban perundungan atau bullying di sekolah per tahun.
Kasus Bullying di Perancis
Salah satu kasus bullying terbaru di Perancis menewaskan seorang anak laki-laki bernama Nicolas (15) pada September lalu di Poissy. Merespons kasus tersebut, Pemerintah Perancis kemudian meluncurkan rencana baru untuk mengatasi kasus bullying di sekolah, dilansir dari laman Connexion.
Pada kasus tersebut diketahui juga bahwa orang tua korban membuat laporan, tetapi tidak ditanggapi secara serius oleh pihak sekolah dan pihak berwenang setempat.
Menteri Pendidikan Nasional Prancis, Gabriel Attal yang mengetahui kasus Nicolas mengatakan bahwa perlu adanya tindakan cepat untuk menindaklanjuti masalah tersebut.
Kasus Nicolas bukan kasus perundungan pertama di Perancis yang memakan korban jiwa. Sebelumnya pada 12 Mei 2023, juga terjadi kasus perundungan pada Lindsay (13). Korban berakhir bunuh diri di Pas de Calais.
Pada 2021 juga terjadi perundungan di media sosial yang menimpa gadis berusia 14 tahun. Korban bullying ini lalu bunuh diri di Sungai Seine.
Rencana Nasional Anti-bullying Prancis
Menindaklanjuti kasus perundungan di sekolah-sekolah yang sampai memakan korban jiwa, PM Prancis Elisabeth Borne mengumumkan rencana nasional baru yang mencakup beberapa hal berikut:
1. Mengadakan kuesioner untuk mendeteksi perlakuan intimidasi secara diam-diam yang akan dimulai pada 9 November 2023. Kuesioner dari para siswa akan dievaluasi dengan algoritma otomatis untuk mendeteksi sejak dini mengenai perilaku intimidasi.
2. Adanya nomor telepon khusus baru untuk membantu para korban agar mendapatkan dukungan dan perlindungan. Nomor tersebut adalah 3018 yang dapat digunakan bagi para korban bully. Nantinya, para korban tersebut juga dapat mengakses nomor ini melalui media sosial.
3. Diadakan kelas empati dalam kurikulum sekolah yang terinspirasi dari eksperimen di Denmark. Kelas ini berguna untuk membantu mengurangi perundungan di sekolah dan akan dilaksanakan pada tahun 2024 nanti.
4. Adanya otoritas sekolah yang berwenang untuk memindahkan pelaku bully ke sekolah lain secara paksa.
5. Melarang penggunaan media sosial bagi para pelaku bully selama enam bulan yang melakukan perundungan melalui media sosial.
6. Menyita ponsel para pelaku bully yang melakukannya melalui media sosial (cyberbullying).
7. Melibatkan jaksa dalam kasus perundungan di sekolah melalui website pemerintah setelah adanya laporan kasus bullying yang diterima.
8. Adanya batasan penggunaan media sosial bagi anak di bawah usia 15 tahun sehingga tidak dapat mendaftar tanpa izin dari orang tua. Aturan ini diatur dalam undang-undang yang sah pada Juli lalu.
9. Pemberlakuan jam digital, seperti ada larangan penggunaan media sosial dari jam 6 sore sampai jam 8 pagi misalnya.
Borne berharap, beberapa rencana nasional di atas dapat menjadi ‘prioritas mutlak’ untuk tahun ajaran baru.
Source: Detikcom
Dok: antaranews