JAKARTA, ASPIRATIF.com – Pemerintah resmi melarang sosial media maupun social commerce sekaligus menjadi platform jual beli (e-commerce). Adapun sosial media yang selama ini juga menjadi social commerce yakni seperti TikTok melalui fitur TikTok Shop.
Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang diundangkan pada 26 September 2023.
Dalam aturan tersebut, tidak hanya mengatur terkait dengan media sosial, social commerce, dan e-commerce. Namun, juga diatur mengenai larangan transaksi jual beli barang impor di bawah US$ 100 atau setara Rp 1,5 juta, hingga e-commerce tidak boleh menjadi produsen
Pertama, dalam aturan itu resmi melarang media sosial sekaligus menjadi e-commerce atau melakukan transaksi jual beli. Definisi dari media sosial, social commerce dan e-commerce juga dibedakan dan fungsinya.
“Pengaturan mengenai social commerce yaitu penyelenggaraan media sosial yang menyediakan menu fasilitas tertentu yang memungkinkan pedagang dapat memasarkan barang atau jasa. Jadi social commerce dia boleh iklan tetapi sosial media terpisah. Dia nggak boleh memakai sosial media menjadi social commerce, tidak bisa, harus pisah betul-betul terpisah,” kata Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan alias Zulhas, Rabu (27/9/2023).
Kedua, pemerintah resmi memberlakukan kebijakan larangan impor langsung di bawah US$ 100 atau setara Rp 1,5 juta per unit barang.Perdagangan (Permendag) No. 31 Tahun 2023.
Kebijakan ini berlaku untuk produk crossborder yakni produk asing hasil perdagangan lintas negara melalui e-commerce dalam negeri. Langkah pembatasan ini juga menyangkut arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di mana produk-produk yang sudah mampu diproduksi dalam negeri tidak perlu lagi diimpor.
“Penetapan harga minimum sebesar US$ 100 per unit, untuk barang jadi asal luar negeri yang langsung dijual oleh pedagang (merchant) ke Indonesia melalui platform e-commerce lintas negara,” kata Zulhas.
Ketiga, disediakan positive list, yaitu daftar barang asal luar negeri yang diperbolehkan cross border langsung masuk ke Indonesia melalui platform e-commerce. Keempat, menetapkan syarat khusus bagi pedagang luar negeri pada marketplace dalam negeri yaitu menyampaikan bukti legalitas usaha dari negara asal, pemenuhan standar (SNI wajib) dan halal, pencantuman label berbahasa Indonesia pada produk asal luar negeri, dan asal pengiriman barang.
Kelima, larangan marketplace dan social commerce untuk bertindak sebagai produsen. Keenam, larangan penguasaan Data oleh PPMSE dan Afiliasi. Kewajiban PPMSE untuk memastikan tidak terjadi penyalahgunaan penguasaan data penggunanya untuk dimanfaatkan oleh PPMSE atau perusahaan afiliasinya.
Aturan ini telah diteken sejak 26 September 2023. Jika pelaku usaha melanggar kebijakan sejumlah aturan tersebut, ada sejumlah sanksi yang dilakukan. Sanksi itu tertuang dalam pasal 50 hingga 51.
Sanksi yang Masih Jualan
Adapun rincian sanksi administratif bagi platform media sosial ataupun social commerce yang masih melayani transaksi jual beli, sebagai berikut, pertama, peringatan tertulis, kedua, dimasukkan dalam daftar prioritas pengawasan.
Ketiga, dimasukkan dalam daftar hitam, keempat pemblokiran sementara layanan PPMSE dalam negeri dan/atau PPMSE luar negeri oleh instansi terkait yang berwenang, dan kelima pencabutan izin usaha.
Semua sanksi itu tidak hanya berlaku terkait dengan sosial media yang sekaligus menjadi e-commerce, tetapi juga terkait dengan kebijakan larangan transaksi di bawah US$ 100 per barang hingga e-commerce tidak boleh menjadi produsen.
Source: Detikcom
Foto: Shutterstock