Connect with us

Edukasi

Kekerasan di Sekolah Semakin Meningkat, P2G Sebut PPKSP Belum Optimal Disosialisasikan

Published

on

JAKARTA, ASPIRATIF.com- Dewan Pengurus Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyayangkan terjadinya kekerasan di lingkungan sekolah dalam beberapa hari terakhir.

Koordinator Nasional P2G Satriawan Salim menyatakan, hal ini menjadi alarm keras bagi pendidikan nasional karena seharusnya sekolah menjadi ekosistem yang nyaman serta aman bagi seluruh warga sekolah.

P2G juga menyinggung kehadiran Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP) Agustus 2023 lalu. Pasalnya realitas di lapangan jauh dari yang diharapkan.

“Permendikbudristek PPKSP seolah macan kertas, galak di tulisan, namun lemah dalam implementasi di sekolah”, ujar Satriwan dalam keterangan rilis, ditulis Kamis (28/9/2023).

Advertisement

Lebih lanjut, Iman Zanatul Haeri Kepala Bidang Advokasi Guru P2G menyatakan Permendikbudristek PPKSP ini belum disosialisasikan secara optimal. Bagikan aturan ini tak banyak diketahui guru, siswa, dan orang tua.

Tak hanya Permendikbudristek PPKSP, P2G menilai Profil Pelajar Pancasila belum diaktualisasikan dengan komprehensif oleh sekolah. Di mana seharusnya pengajaran berisi nilai-nilai karakter baik malah dimaknai sebatas “projek” kegiatan sekolah untuk memenuhi administrasi kurikulum.

Akibatnya, nilai karakter Profil Pelajar Pancasila belum terinternalisasi dan belum menjadi habitus pembentukan ekosistem budaya sekolah. Hal ini tercermin dalam Data Rapor Pendidikan yang baru dirilis bulan September 2023.

Ditemukan bila indikator iklim keamanan sekolah saat ini menurun. Penurunan 3 poin untuk jenjang SMP yang semula 68,25 tapi sekarang 65,29 dan penurunan drastis 5 poin jenjang SMA, semula 71,96 tapi sekarang 66,87. Sehingga berbagai kasus indikasi kekerasan di sekolah marak terjadi dan viral ke publik.

5 Kasus Viral Indikasi Kekerasan Di Sekolah

Advertisement

1. Guru cukur rambut siswi

Kasus pertama yang menghebohkan adalah kasus guru mencukur rambut belasan siswi karena tak pakai jilbab sesuai aturan sekolah di Lamongan, Jawa Timur. Kasus ini mendapat sorotan publik dan pakar namun selesai secara kekeluargaan.

See also  Sistem PPDB Zonasi Sudah Berjalan 7 Tahun, Apakah Jokowi Akan Menghapusnya?

2. Siswa SD di Gresik

Seorang anak SD di Gresik, Jatim diduga dipalak dan dicolok matanya sampai buta oleh kakak kelas. Melansir CNN Indonesia kabar terbaru kasus ini adalah keluarga telah menyerahkan nama terduga pelaku penusukkan ke polisi.

3. Pembacokan guru di Demak

Advertisement

Seorang guru madrasah aliyah di Kecamatan Kebonagung, Demak dibacok siswa saat asesmen tengah semester berlangsung. Diketahui, kasus bermula saat siswa tidak diperbolehkan ikut ujian karena belum mengumpulkan tugas.

Setelah diketahui, alasan siswa tidak mengumpulkan tugas karena ia juga merupakan pedagang nasi goreng untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Terkait hal ini, P2G berharap agar guru dan kepala sekolah memenuhi semua tahapan pendampingan dan pembimbingan kepada siswa meskipun kekerasan yang dilakukan tidak bisa dibenarkan.

“Sekolah mestinya punya profil siswa dan keluarga serta melakukan asesmen diagnostik non akademik terhadap siswa agar dapat memberi perlakuan yang adil dan proporsional,” tulis P2G dalam keterangannya.

4. Siswa dipukuli di Cilacap

Seorang siswa dipukuli bertubi-tubi oleh siswa lain sambil direkam oleh siswa lainnya. Pelaku dan korban diduga berasal dari SMP Negeri 2 Cimanggu, Cilacap.

Advertisement

Terkait hal ini pihak kepolisian cepat melakukan tindakan hukum kepada pelaku dengan acuan UU Perlindungan Anak dan UU Sistem Peradilan Pidana Anak.

5. Siswi lompat dari gedung sekolah

Seorang siswa SDN 06 Pesanggrahan Jakarta Selatan, diduga lompat dari lantai 4 gedung sekolahnya. Berdasarkan keterangan Kasat Reskrim Polres Jakarta Selatan korban bernama SR.

Terkait hal ini P2G mendesak pihak sekolah untuk menjelaskan dengan jujur dan transparan. Pihak polisi juga harus mendalami dan mengungkap kasusnya secara jujur dan terbuka.

“Seandainya ada indikasi anak menjadi korban perundungan tentu miris dan ironis sekali,” jelas Iman.

Advertisement

Terkait hal tersebut, Feriyansah Kepala Bidang Litbang Pendidikan P2G mengungkap ada beberapa faktor kemungkinan mengapa SR bisa melakukan tindakan fatal tersebut. Hal ini dilihatnya berdasarkan kajian epidemologi kesehatan.

See also  Olahraga saat Puasa, Minum Isotonik untuk Jaga Dehidrasi

“Pertama, bisa faktor rentetan kejadian yang tidak mengenakkan pada hari itu. Kedua, akumulasi tekanan dan stres atas lingkungan sosial yang tidak aman dan nyaman, misalnya karena sering mendapatkan tindakan perundungan (bullying) dalam jangka waktu cukup lama. Ketiga karena tak kuasa lagi menahan penyakit kambuhan yang diderita,” ungkap Feriyansyah.

Rekomendasi P2G Berdasarkan 5 Kasus Viral Kekerasan di Sekolah

Kemendikbudristek perlu mensosialisasikan Permendikbudristek tentang PPKSP kepada semua stakeholder pendidikan termasuk Dinas Pendidikan, pengawas sekolah, organisasi profesi guru, orang tua dan siswa secara berjenjang.

Tak hanya itu diperlukan penjelasan paradigma disiplin positif bahkan pelatihan keterampilan teknis bagi guru dan kepala sekolah. Tujuannya agar terjadi pencegahan dan penanganan kekerasan di sekolah.

Advertisement

2. Dinas Pendidikan, pengawas sekolah, dan kepala sekolah perlu membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Sekolah (TPPK). Tim ini akan menjadi garda terdepan ketika kekerasan di sekolah terjadi.

3. Setiap guru dan siswa harus betul-betul diberikan pemahaman dan keterampilan cara mencegah dan menanggulangi kekerasan di sekolah.

4. Kementerian Agama yang mengatur madrasah segera mengadopsi Permendikbudristek No. 46 Tahun 2023 untuk segera digunakan. Karena sejauh ini, Permendikbud tersebut dipahami guru hanya bagi sekolah saja bukan untuk madrasah.

5. P2G meminta jangan menutupi kasus dan melindungi pelaku apapun bentuk aksi kekerasan (bullying) dan kekerasan seksual di lingkungan sekolah.

Source: Detikcom
Dok: ilustrasi kekerasan di sekolah (Foto: eduhistoria)

Advertisement

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *