JAKARTA, ASPIRATIF.com – Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (Akses) Suroto menanggapi kebijakan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang melarang bisnis pakaian bekas impor atau thrifting. Bisnis tersebut dianggap mengganggu industri tekstil dalam negeri yang merugikan para pengusaha dalam negeri.
Suroto menilai pelarangan tersebut sifatnya reaktif. “Dilakukan setelah industri tekstil kita mati dan itu dilakukan karena sudah menggerus pasar para importir pakaian yang legal yang selama ini juga sudah monopolistik juga,” ujar dia lewat keterangan tertulis pada Sabtu, 18 Maret 2023 dilansir tempo.co.
Menurut dia, praktik impor pakaian bekas di Indonesia itu sudah lama terjadi meskipun sifatnya ilegal. Bahkan barang tersebut dijual secara vulgar di toko dan pasar tradisional.
Thrifting yang semakin marak, kata Suroto, memang telah memberikan keuntungan jangka pendek bagi masyarakat konsumen terutama kelas bawah yang daya belinya rendah, pedagang eceran dan importir ilegalnya.
“Namun, merugikan industri tekstil dalam negeri, hilangnya pendapatan negara dari pajak bea masuk, serta menghilangkan kesempatan berkembangnya industri dalam negeri,” ucap Suroto.
Ia menilai reaksi pemerintah tersebut mengandung dua arti. Pertama, bahwa pemerintah memang ingin serius mengembangkan industri tekstil dalam negeri. Atau kedua, pemerintah mengakomodir keluhan importir kain yang mempersoalkan beberapa perusahaan yang selama ini sudah terlalu monopolistik.
Jika pemerintah memang serius, Suroto berujar, langkah kebijakan penegasan pelarangan seharusnya juga diimbangi dengan mendorong industri kain rakyat, terutama tenun tradisional. Karena, pelarangan thrifting hanya akan meningkatkan banjirnya kain dari Cina yang sudah meningkat tajam dalam dekade terakhir.
“Jadi menurut saya, pelarangan pemerintah yang sifatnya reaktif ini juga perlu kita waspadai. Karena di belakangnya ada permainan dari importir kain yang pemainya sudah monopoli,” tutur Suroto.
Seharusnya, dia menyarankan, pemerintah memiliki arah kebijakan dan perlindungan industri tekstil yang harus jelas dan tegas. Misalnya, Suroto mencontohkan, dorong industri kain dan tenun rumahan (home industry) dari hulu hingga hilirnya agar bergairah.
Menurut dia, arah pelarangan thrifting bisa dilihat dari kebijakan turunannya. Seperti misalnya untuk menghidupkan industri bahan baku dalam negeri seperti pertanian kapas, sutra, dan potensi bahan kain dan tenun lainya. Kebijakan turunan lainnya bisa berupa dukungan kelembagaan dan permodalan serta pemasarannya.
“Tanpa itu semua, maka pemerintah berarti hanya menjadi bagian dari permainan dagang saja, pencitraan dan lagi-lagi masyarakat yang dikorbankan,” kata Suroto ketika menjelaskan lebih jauh tentang pelarangan impor pakaian bekas tersebut.
Dok. Freepik