JAKARTA, ASPIRATIF.com – Adu gagasan para capres-cawapres dalam hal pendidikan masih banyak dipertanyakan kejelasannya. Salah satunya tentang anggaran pendidikan Indonesia.
Executive Director Indonesia Budget Center, Elizabeth Kusrini menyoroti para capres tidak ada yang berani menaikkan anggaran pendidikan. Menurutnya, perlu ada kenaikan anggaran pendidikan untuk menunjang peningkatan kualitas sumber daya manusia.
“Mereka belum mau dan tidak cukup kreatif mau keluar dari 20%. Okelah mereka tetap ingin melanjutkan sesuai amanat undang-undang, tapi yang namanya kebutuhan untuk anggaran di negara berkembang itu rata-rata secara global di atas 20%,” katanya dalam diskusi Bedah Gagasan Capres atas Persoalan Pendidikan yang disiarkan langsung pada Youtube Sahabat ICW, Jumat (2/2/2024).
Elizabeth berpandangan alokasi dana pendidikan sebesar itu tidak berlaku sepenuhnya. Pemerintah masih memangkas besaran dana tersebut untuk kepentingan lainnya.
“Mereka (Kemendikbud) hanya mengelola sekitar 14% saja dari 20% anggaran itu. Jadi dananya tersebar di kementerian lain. Kementerian kedua yang mengelola adalah Kementerian Agama,” tuturnya.
Strategi Paslon Belum Pas
Elizabeth berpendapat jika para capres ingin meningkatkan kualitas pendidikan, maka bisa meniru negara-negara di Eropa. Beberapa negara Eropa mempunyai anggaran dana pendidikan hingga 45% dari APBN-nya.
“Jadi jika kita mau merujuk ke negara-negara lain, misalnya di negara Eropa itu mereka mengalokasikan 45%,” urainya.
Menurutnya, strategi yang dilakukan oleh paslon misalnya nomor urut 01 belum cukup efektif. Ia mengatakan para paslon perlu memberikan informasi secara lebih detail sehingga gagasan mereka bisa tersampaikan dengan jelas kepada publik.
“Mereka ingin menambah anggaran pendidikan dengan memotong subsidi BBM, jadi dimasukkan ke anggaran pendidikan. Terus misalnya untuk paslon 01 itu sebenarnya pernah menjadi menteri pendidikan ya, tapi saya kurang paham gagasannya,” tutur Elizabeth.
Selaras dengan pendapat Elizabeth, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina menyebut janji para capres dalam memajukan pendidikan harus didukung anggaran yang sepadan. Menurutnya, belum ada gagasan capres-cawapres yang menunjukkan usaha peningkatan dana pendidikan.
“Tapi kami tidak melihat adanya komitmen anggaran yang lebih memadai, progresif untuk pendidikan di dalam dokumen tiga visi misi pasangan capres-cawapres. Misalnya ada tidak capres dan cawapres yang berani menyebutkan bahwa jika terpilih, minimal 20% anggaran pendidikan itu di luar gaji guru,” ujar Almas.
“Dengan janji mereka, gaji guru akan naik tapi dengan komponen tetap menyatu dengan yang 20%, artinya ini akan mengurangi porsi yang lain, apalagi kalau 20% itu benar-benar dimaknai yaudah 20% saja tidak lebih,” tambahnya.
Sektor Pendidikan Rawan Korupsi
Almas menyebut para paslon tak boleh menutup diri dari potensi korupsi yang bisa terjadi di sektor pendidikan. Berdasarkan kajian ICW, kasus korupsi di sektor pendidikan di Indonesia masih banyak yang belum tercatat.
“Kalau dari catatan ICW, kami mengumpulkan data kasus korupsi setiap tahunnya itu sektor pendidikan tidak pernah keluar sebagai lima sektor terbesar yang paling banyak dikorupsi, kemudian ditindak oleh aparat penegak hukum,” kata Almas.
Dalam lima tahun terakhir (2019-2023) penegak hukum menindak 164 kasus korupsi pendidikan. Nilai kerugian diperkirakan total Rp 655.622.360.107. Dari data tersebut, sebanyak 41% kasus korupsi pendidikan berkaitan dengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Bantuan Operasional Penyelenggaraan Pendidikan (BOP).
“Selain itu, ada juga pungutan-pungutan liar yang terjadi saat PPDB (Pendaftaran Peserta Didik Baru), yang banyak mengemuka di pemberitaan juga sosial media. Dari sana, pemerintah tidak lagi boleh menutup mata dari ancaman korupsi,” kata Almas.
Source: Detikcom