SERANG, ASPIRATIF.com – Pengamat hubungan internasional Australia Abbadi Thalib mengatakan bahwa G20 ini ada dua klasifikasi yaitu negara maju dan negara berkembang yang memiliki tujuh indikator.
“Yang membedakan negara maju dan berkembang indikator yaitu, pendapatan perkapita, tingkat pembangunan manusia, indeks pembangunan manusia, tingkat industrialisasi atau infrastruktur, indeks kemajuan sosial, tingkat kualitas hidup, dan indeks prestasi korupsi,” ujar Abbadi dalam webinar online bertema “Presidensi G20: Geopolitik Antara Indonesia, Australia, dan Cina dalam Menjawab Berbagai Krisis”, melalui Zoom, Jumat (21/7).
Menurut Abbadi Indonesia untuk seratus tahun kedepan diprediksi tidak akan perang dengan negara manapun. Namun Indonesia akan menjadi korban jika Negara Cina dengan negara barat terjadi peperangan. Karena Indonesia terletak di tengah-tengah sehingga Indonesia menjadi negara penting.
Berikut Dampak Negatif G20 Terhadap Indonesia
– Dampak negatif terhadap hubungan Indonesia dengan Tiongkok, karena Indonesia memiliki kepentingan ekonomi dan keamanan yang kuat dengan Tiongkok.
– Peningkatan kemampuan pertahanan Australia dengan bantuan Amerika Serikat dan Britania Raya dapat mempengaruhi dinamika keamanan di sekitar wilayah Indonesia, terutama dalam sangketa maritim di Laut Cina Selatan.
– Dapat mengganggu kesatuan ASEAN dan menimbulkan perpecahan di antara negara-negara anggotanya. Hal ini mempengaruhi peran Indonesia dalam memajukan agenda dan kepentingan ASEAN secara keseluruhan.
“Indonesia pada saat ini masih dalam posisi yang netral, artinya tidak terlalu cenderung ke barat ataupun timur,” jelas Abbadi
Setelah ada pertemuan G20 Indonesia meningkatkan hubungan baik dengan Negara ASEAN. Salah satunya meningkatkan diplomasi regionalnya.
“Meningkatkan diplomasi salah satu indikator pendekatannya yaitu Indonesia mendorong Bahasa Indonesia menjadi bahasa ASEAN,” tutur Abbadi
“Ini sangat penting bahwa pengaruh Indonesia sangat diperhitungkan di ASEAN,” tambahnya
Namun di Negara-negara ASEAN sendiri masih belum seratus persen setuju karena salah satunya Negara Malaysia bahwa Malaysia mengklaim bahasa ASEAN yang resmi yaitu bahasa Melayu.
Sebagai informasi tambahan webinar online ini diselenggarakan oleh Majelis Wilayah Forhati Sulawesi Tenggara.
Foto: Tangkapan layar webinar online Majelis Wilayah Forhati Sulawesi Tenggara