JAKARTA, ASPIRATIF.com – Sejumlah persoalan ekonomi dan infrastruktur mengemuka di Jalur Gaza sejak Israel melakukan serangan di wilayah itu lewat darat, laut, dan udara. Kehancuran pun jadi pemandangan sehari-hari.
Berdasarkan laporan Reuters, dikutip Sabtu (18/11/2023), berikut adalah estimasi segelintir persoalan ekonomi dan infrastruktur yang melanda Gaza sejak Israel melakukan serangan pada 7 Oktober 2023.
Pemukiman Warga
Mengutip data Pemerintah Palestina, Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mengatakan serangan Israel menghancurkan lebih dari 41.000 unit rumah dan merusak lebih dari 222.000 unit rumah. Setidaknya 45% pemukiman di Gaza dilaporkan rusak atau hancur.
Verifikasi independen sulit dilakukan oleh awak media yang meliput di sana, namun reporter Reuters melaporkan bahwa kehancuran terjadi dalam skala besar.
Pada 12 November 2023, seorang jurnalis asal Israel mengatakan bahwa kala itu ‘sangat jarang ada bangunan layak huni yang berdiri’ di Kota Beit Hanon, Gaza. Lebih dari 52.000 orang hidup di kawasan itu sebelum perang pecah.
Rumah Sakit dan Sekolah
Menurut laporan yang dikeluarkan OCHA pada 15 November, lebih dari 51% fasilitas pendidikan di Gaza rusak. Sebanyak 625 ribu siswa pun tidak memiliki akses untuk bersekolah.
Sementara menurut Kementerian Kesehatan Gaza, pada 2016 hanya ada sembilan dari total 35 rumah sakit yang ‘sedikit’ berfungsi. Sisanya telah menutup layanan medis secara formal.
OCHA kemudian melaporkan bahwa sebanyak 55 mobil ambulan di Gaza rusak. Kelangkaan obat-obatan dan suplai darah juga menjadi persoalan di kawasan tersebut.
Air Bersih dan Sanitasi
Badan Pengungsi Palestina PBB (UNRWA) mengatakan pada 16 November bahwa 70% masyarakat di Gaza Selatan tidak memiliki akses terhadap air bersih karena kekurangan bahan bakar.
Pasalnya, pabrik desalinasi air laut di Khan Younis di Gaza Selatan hanya beroperasi dengan kapasitas 5%. Menurut UNRWA, kendati dua jaringan pipa air dari Israel masih beroperasi, di bagian utara wilayah tersebut pabrik desalinasi air dan jaringan pipa Israel tidak berfungsi.
Mayoritas dari total 65 pompa limbah di Gaza juga tidak berfungsi. OCHA melaporkan bahwa limbah mentah lantas mulai mengalir ke jalan-jalan di beberapa daerah.
Ketahanan Pangan
Di Gaza Utara, OCHA melaporkan tidak ada toko kue atau pabrik roti yang aktif sejak 7 November karena ketiadaan bahan bakar, air, tepung, dan kehancuran gedung.
OCHA menjelaskan bahwa satu-satunya penggilingan gandum di Gaza sudah hancur pada 25 November.
“Situasinya sangat pelik,” kata OCHA kepada Reuters.
Bantuan Kemanusiaan
Sebanyak 500 truk barang dan makanan setiap hari masuk ke Gaza Sebelum perang pecah pada 7 Oktober. Namun, semua impor dihentikan hari itu dan baru dilanjutkan pada 21 Oktober. Sejak 21 Oktober dan 21 November, terdapat sekitar 1.139 truk bantuan kemanusiaan yang tiba di Gaza.
Telekomunikasi
Pada 16 November, layanan telekomunikasi Gaza ditutup setelah bahan bakar yang digunakan untuk menjalankan generator habis. OCHA mengatakan beberapa infrastruktur komunikasi di Gaza Selatan rusak pada 14 November.
Organisasi tersebut juga menjelaskan bahwa pemadaman listrik pun membahayakan proses penyediaan bantuan penyelamatan jiwa bagi warga sipil. karena terputusnya komunikasi, UNRWA mengatakan pihaknya tidak dapat mengelola atau mengkoordinasi konvoi bantuan kemanusiaan mulai 17 November kemarin.
Dampak Ekonomi
Dalam laporan bersama, Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia Barat (ESCWA) dan Program Pembangunan PBB (UNDP) pada 5 November mencatat sekitar 390.000 pekerjaan hilang sejak perang membara di Gaza. Padahal situasi sosio-ekonomi di Gaza sudah sangat buruk sebelum perang.
Tingkat kemiskinan diperkirakan mencapai 61% pada tahun 2020. Dalam perkiraan awal, berbagai badan PBB mengatakan kemiskinan diperkirakan akan meningkat antara 20% dan 45%, tergantung pada kondisi sosial-ekonomi dan durasi perang.
Mereka juga memperkirakan bahwa perang tersebut akan membuat produk domestik bruto (PDB) di Gaza turun 4% dan 12% pada 2023.
Source: Detikcom