JAKARTA, ASPIRATIF.com – Survey yang dilakukan oleh Litbang Kompas memberikan informasi sebagian besar masyarakat atau lebih dari 50 persen berpendapat bahwa UU Cipta Kerja tidak mewakili aspirasi khalayak ramai khusususnya masyarakat kelas bawah. Disisi lain ada pula yang berpendapat sekitar 30,5 persen mengakui sudah mewakili aspirasi, dan sisanya menjawab tidak tahu. “Sebanyak 60,5 persen responden menyatakan, UU Cipta Kerja belum mewakili aspirasi masyarakat. Bahkan, tak sampai sepertiga responden yang mengaku sudah terwakili dengan pasal-pasal yang terkandung dalam aturan tersebut,” kata Peneliti Litbang Kompas, Rangga Eka Sakti, dikutip dari Harian Kompas, Senin (16/1/2023).
Dalam pertanyain lainnya, hasil responden diketahui bahwa mayoritas responden atau 25,3 persen menilai bahwa UU Cipta Kerja hanya menguntungkan para investor. Kemudian, 18,1 persen publik menilai UU ini hanya menguntungkan pemerintah, 16,6 persen menyebut UU hanya menguntungkan pekerja/karyawan swasta, 16,6 persen menguntungkan investor/pemilik modal, 12,4 persen menguntungkan buruh, serta 2,5 persen menguntungkan petani dan nelayan.
“Tidak banyak dari responden yang merasa Perppu Cipta Kerja ini menguntungkan para pekerja. Hanya sekitar 16,6 persen responden yang merasa kehadiran Perppu dapat memberikan perlindungan dan kesejahteraan pekerja,”lanjut Rangga. Hal inilah yang kemudian menjadi alasan penolakan yang paling besar. Sebanyak 48,2 persen responden menolak UU Cipta Kerja dengan alasan tidak berpihak pada karyawan dan pekerja. Lalu, 18,9 persen menolak karena membuat pelaku usaha atau perusahaan makin mudah melakukan PHK, 16,6 persen menganggap UU bisa digunakan untuk menekan karyawan, 10,8 persen menolak karena pernah mengalami dampak dari UU Cipta Kerja, dan 5,5 persen menolak karena tidak ada batas maksimum dari karyawan kontrak.
Kekhawatiran ini, kata Rangga, bukan tanpa dasar. Terbitnya Perppu Cipta Kerja pun belum menyelesaikan persoalan terkait dengan pekerja yang menjadi ganjalan pada UU Cipta Kerja. “Beberapa hal seperti soal ketidakpastian hukum terkait sistem kerja kontrak dan praktik outsourcing masih tak tersentuh Perppu tersebut,” jelas Rangga.
Source: kompas.com